Thursday, May 20, 2010

cerita anak

Suatu ketika, seekor burung manintin bersampan bersama seekor ulat di sebuah danau yang jernih airnya. Perahu mereka adalah belahan buah mentimun yang cukup besar, yang telah dibuang isinya. Mereka bersampan menyusuri tepi danau, sambil bernyanyi bersahut-sahutan.

Tin, tin menintin.
Geng!

Lalu datanglah seekor burung pelatuk, yang suka menokok-nokok batang pohon. Ia pun ingin sekali turut bersampan. Lalu katanya, “Aduhai, alangkah senangnya kalian bersampan, bolehkah saya ikut?”

“Boleh saja,” kata burung manintin, “Asal perahu timun ini tidak kau lobangi.”

“Ah, tentu saja tidak. Masakan saya berani melobanginya?” sahut burung pelatuk. Maka bersampanlah mereka bertiga. Kini nyanyiannya makin panjang dan merdu.

Tin tin menintin.
Toroktok.
Geng!

Tiba-tiba datanglah seekor anak kera berayun-ayun pada cabang pohon di tepi danau. Ia berteriak-teriak memanggil burung manintin.

“Hai, tin, tin! Berhenti dulu, saya ikut, ya?”

“Tidak, ah. Kamu suka nakal,” kata burung manintin, “Nanti perahu ini habis kau makan.”

“Ah, tidak. Berani sumpah, saya tidak akan makan mentimun itu,” kata anak kera membujuk burung manintin.

“Kalau begitu, naiklah,” kata burung manintin yang baik hati.

Maka bersampanlah mereka berempat sambil bernyanyi:
Tin, tin manintin
Toroktok.
Nguk.
Geng!

Alangkah merdunya. Air danau beriak-riak gembira mendengar nyanyian itu. Sedang awan berarak mengikuti perahu.

Tapi lama-kelamaan anak kera timbul seleranya. Ia ingin makan perahu mentimun yang didudukinya. Mulutnya berkecap-kecap menelan air liur. Ia pun merengek, “Aduh tin, aku lapar. Perutku sakit. Minta mentimun ini sedikit, ya.” ia berkata sambil memegang perutnya.

“Oh, jangan, jangan!” burunt manintin terkejut. “Nanti perahu ini tenggelam.”

“Tidak, sedikit saja,” anak kera berkata lagi. “Saya akan menggigit pinggirnya saja. Aduh, tolong tin, saya hampir mati kelaparan.”

Burung manintin kasihan juga melihat anak kera yang menyeringai-nyeringai itu.

“Baiklah, tapi sedikit saja ya. Jangan banyak-banyak.”

Maka digigitlah mentimun itu pinggirnya sedikit. Ketika terasa enak, anak kera terus menggigit sedikit lagi. Kemudian sedikit lagi dan sedikit lagi…

Akhirnya tenggelamlah perahu mentimun bersama anak kera yang rakus itu. Dengan sedih burung menintin dan burung pelatuk terbang ke udara sambil membawa si Ulat. Mereka tidak dapat membawa anak kera, karena ia terlalu berat.

No comments:

Post a Comment